Salurkan Waqaf, Infaq dan Shadaqah/Sumbangan Anda untuk PEMBANGUNAN MASJID AD DA'WAH Jl.KH.Sirodj Salman RT.27 Samarinda melalui: BANK SYARIAH MANDIRI Rek. 7036237362

Minggu, 21 Juni 2009

Dialog IMAJINER KYAI DAHLAN & KI HAJAR

Alkisah di akhirat, bertemulah KH. Ahmad Dahlan dengan temannya, Ki Hajar Dewantara, sesama begawan pendidikan. Keduanya terlibat pembicaraan mengenai kondisi pendidikan di negara mereka dulu, Indonesia.
“Assalamu’alaikum, Ki. Apa kabar?,” Kyai Dahlan menyapa Ki Hajar. “Wa’alaikum salam. Baik Kyai,” jawab Ki Hajar. “Bagaimana kondisi pendidikan di negeri kita sekarang, Ki?,” tanya kyai Dahlan.
“Lho, kita kan sama-sama bisa melihat dari alam akhirat ini, Kyai. Orang-orang di negara kita memang berhasil membangun lembaga pendidikan yang besar-besar gedungnya, sekolah ada dimana-mana, bahkan saya dengar berita dari beberapa orang yang baru meninggal, di sana pendidikan mulai di gratiskan,” jawab Ki Hajar.
“Kan itu perkembangan positif, Ki?” tanya Kyai Dahlan.
“Memang, tetapi beberapa dari mereka menganut paradigma yang mulai melenceng. Pendidikan tidak lebih dari proses mendapat kerja, bukan memahami dunia. Menuntut ilmu hanya untuk mencari uang, bukan untuk mencari kebenaran. Budaya instan merajalela. Siswa hanya diajarkan menjawab soal, bukan memahami persoalan. Dalam ujian, yang penting lolos, bukan lulus. Bahkan yang lebih memprihatinkan, guru cenderung menjadi pekerjaan, bukan panggilan kesadaran. Ikhlas tidaknya mengajar berbanding lurus dengan gaji dan tunjangan. Apalagi di sekolah milik negara, guru diincar karena itu berarti bisa dapat pensiun saat tua. Hingga untuk mendapatkannya banyak yang berlaku curang,” jawab Ki Hajar. “Bagaimana dengan perkembangan sekolah swasta yang Kyai Dahlan rintis?”
“Tidak jauh berbeda Ki. Yang membuat saya prihatin adalah mereka merasa rendah diri di hadapan sekolah milik negara. Itu kan ahistoris. Saya mendirikan sekolah swasta jauh sebelum Indonesia merdeka dan memiliki sekolah. Tetapi sekolah swasta sekarang tidak punya keberanian merumuskan sistem pendidikan mereka sendiri. Dan lagi Ki, pendidikan Agama Islam dan Kemuhammadiyahan dianggap tidak penting, jadinya moral siswa berantakan,” jawab Kyai Dahlan.
Tiba-tiba ada orang datang, rupanya dia baru meninggal. Dia tampak sedih. Kyai Dahlan dan Ki Hajar menyapa orang itu. “Ada apa gerangan ki sanak, Anda kelihatan sedih?”. Orang itu menjawab: “Semasa hidup, saya seorang guru. Saya meninggal karena dihakimi massa karena mencabuli siswi saya sendiri.”
Ada lagi yang datang, kali ini seorang remaja. Dia juga tampak sedih. Kyai Dahlan dan Ki Hajar pun menyapanya. “Ada apa nak?”. Anak muda itu menjawab, “Saya meninggal karena bunuh diri. Saya stres karena tidak lulus ujian nasional. Padahal saya sudah menyiapkan contekan dan beli jawaban dari calo.”
Kemudian ada lagi yang datang, seorang pemuda. Dia tampak sayu. Kyai Dahlan dan Ki Hajar bertanya. “Ada apa kok tidak semangat ?”. “Saya mahasiwa yang meninggal karena tawuran,” jawabnya.
Mendengar jawaban mereka, Kyai Dahlan dan Ki Hajar kaget. Lalu mereka berembuk, dan sepakat untuk kembali ke dunia, memperbaiki kondisi pendidikan di negara mereka. Mereka lalu minta kepada Allah supaya diberi nyawa lagi. Mereka bertekat meluruskan pendidikan di Indonesia, bahkan dunia. Namun belum sempat minta dihidupkan, malaikat menghentikan mereka.
Kepada Kyai Dahlan dan Ki Hajar, malaikat berkata : “Kyai Dahlan dan Ki Hajar yang saya hormati. Maaf, Anda berdua tidak bisa hidup lagi. Untuk mewujudkan keinginan itu, Anda bisa mentransformasikan pemikiran dan keinginan Anda saja kepada yang masih hidup. Insya Allah, masih ada yang bisa merasakan semangat kebenaran Anda berdua,” kata malaikat.
Dengan berlinangan air mata, keduanya mengangguk. Dan kini mereka hanya bisa berharap.
Ahmad Faizin Karimi
Pengajar SMA Muhammadiyah 1 Gresik
oleh : MuhKholidAS
Pengarang : Ahmad Faizin Karim
Diterbitkan di: Juni 21, 2009
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1907399-dialog-imajiner-kyai-dahlan-ki/

Tidak ada komentar: